Jumat, 17 Oktober 2008

Kemunduran atau Sebuah Kemajuan (melihat dari sudut pandang negatif dan positif)

Korupsi bukanlah hal yang tabu lagi bagi masyarakat Indonesia. Hampir setiap hari ditemukan berita tentang korupsi. Bahkan koran kompas di tanggal 21 juli 2008 menunjukkan penyakit satu ini telah mengakar di seluruh wilayah Indonesia. Dari Aceh hingga Papua menyebar secara merata dalam birokrasi Indonesia. Mulai dari gubenur, wali kota, Sekda, Pejabat, Ketua DPRD, Bupati, Jaksa, hakim bahkan DPR yang seharusnya merepresentasikan kehendak rakyat ternyata juga ikut menjarah harta rakyat, semua terlibat didalamnya. Sungguh suatu kemunduran moral yang dicerminkan oleh orang-orang yang seharusnya menjadi panutan bagi masyarakat. Pesimis rasanya melihat bangsa ini.

Berakhirnya pemerintahan orde baru sebagai bagian dari reformasi yang terjadi di tahun 1998 ternyata tak membuat korupsi berkurang. Terbukti dengan semakin maraknya pejabat-pejabat pemerintah di daerah yang juga mulai mengambil peran dalam kegiatan buruk satu ini. Korupsi telah membudaya dalam jajaran pemerintahan Indonesia, yang tadinya terjadi dipusat, pasca reformasi korupsi menyebar layaknya wabah keseluruh penjuru Indonesia. Berbagai usahapun mulai dilakukan pemerintah untuk memulihkan citranya dihadapan masyarakat, tapi sayangnya hukum di Indonesia telah ikut terjerumus di dalamnya. Hakim-hakim, jaksa menciut keberaniannya ketika berhadapan dengan orang-orang yang berpengaruh di bangsa ini. Akhirnya seperti yang kita saksikan hukum hanya berlaku bagi rakyat miskin. Mereka yang maling ayam tetangga dijatuhi hukuman 5 tahun penjara sedangkan korupsi miliaran bahkan triliunan rupiah hanya 3 tahun penjara dan paling lama 8 tahun penjara itupun akan mendapat keringanan-keringan lagi ketika dipenjara. Malangnya nasib orang miskin, selalu dijajah walaupun dinegeri sendiri. Sekali lagi, pesimis rasanya melihat negeri ini.

Itulah yang akan terjadi jika kita melihat dari sudut padang negatif, sepertinya sudah tidak ada harapan lagi bagi bangsa ini sehingga awal-awal kehadiran KPK ditahun 2002 dianggap remeh bagi sebagian orang, diragukan eksistensinya atau dianggap sebagai akal-akalan pemerintah untuk menujukkan keseriusannya menangani persoalan ini. Lambat-laun pekerjaan KPKpun mulai menampakkan hasilnya beberapa kasus korupsi mulai terbongkar. Tapi bagi sebagian orang pekerjaan KPK masih dinilai negatif. KPK dianggap masih melakukan tebang pilih terhadap kasus korupsi yang ada. Itulah kekuatan pandangan negatif selalu saja melihat kekurangan yang tersembunyi. Walaupun sudah dilakukan secara sempurna masih saja penuh kekurangan dipandangan sebagian orang. Ya pada dasarnya jika melihat dari sudut negatif maka tidak akan ada kata sempurna dalam kamus manusia. Ada saja kekuranganya.

Tapi mari kita mencoba melihat dari sudut pandang yang positif. KPK mungkin memang melakukan tebang pilih dalam menangani kasus demi kasus. Tapi sedikit demi sedikit, satu persatu persoalan korupsi mulai dibongkar dan diselesaikan. Masyarakat mulai mengerti kebrobokan sebagian pemimpin bangsa ini. Coba jika KPK tidak pernah ada maka semua itu masih tersimpan rapi dari pandangan masyarakat dan entah berapa banyak lagi harta rakyat yang akan dijarah. Paling tidak walupun sedikit, KPK mulai mengembalikan dana yang seharusnya dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Aparat yang selalu mencuri uang negara mulai was-was dan berpikir dua–tiga kali sebelum melakukan kegitan jelek ini. Sekarang kita dapat lebih jelas memandang kondisi korupsi yang sangat parah melanda bangsa ini. Begitu memalukan dan memilukan hati apalagi ketika Koran kompas tanggal 29 juli 2008 memberitakan semua anggota komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 yang berjumlah 52 orang, ternyata melakukan tindakan korupsi. Ini pertanda Kemunduran ataukah sebuah kemajuan?

Akhir-akhir ini Kasus demi kasus korupsi yang tersimpan lama mulai terbongkar. Pembenahan-demi pembenahan pun terus dilakukan. Sekarang pejabat-pejabat negara tidak akan semudah dulu lagi melakukan tindakan korupsi. Sebuah pembaruan yang akan mengantarkan Indonesia kearah yang lebih baik lagi. Memang kita melihat keboborakan ahklak dari sebagian pemimpin negeri ini namun tidak perlu pesimis lagi jika ingin berubah kearah yang lebih baik selalu ada jalan keluarnya.

Selasa, 14 Oktober 2008

Penakluk Kehidupan

Tidak pernah kurasakan begitu menggebu-gebu semangat dalam hatiku untuk belajar. Seperti kecanduan alkohol aku berusaha mengupgrade diri agar mampu bersaing di masa depan.

Telah banyak waktu sebelumnya, kuhabiskan hanya untuk menonton, santai menikmati masa liburan tanpa melakukan sesuatu yang berarti atau memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin untuk mencari pengetahuan. Seringkali aku berdalih ketika ku sadari waktuku telah begitu banyak terbuang tanpa kumengerti manfaat apa yang kupetik dari setiap tindakan ku itu. Berbagai training juga sempat ku ikuti untuk membuat semangatku terus berpacu. Tapi semua usang ketika di uji oleh sang waktu. Aku kembali pada kebiasaanku yang terlalu santai.

Sebenarnya aku bukanlah anak yang bodoh dan tak mampu mengikuti perkuliahan. IPK 3,8 saat ini, merupakan hasil yang fantastik bagi ku karena hampir mencapai angka sempurna. Beberapa semester dengan mengambil 24 sks diriku berhasil beberapa kali mencetak angka 4 pada IP ku. Tapi semakin kusadari apa yang telah ku lalui 3 tahun ini, membuatku bingung karena yang ku rasakan ilmu yang selama ini ku dalami seperti angin yang berlalu tertiup jauh oleh waktu, yang ada hanya tinggal serpihan-serpihan yang masih menempel di benakku. Itupun sulit untuk ku ingat apabila kupaksakan untuk menjelajahnya lebih dalam. Semua itu seperti air yang menguap ketika diterpa panas yang menyengat. Wah bahaya dalam benakku. 3 tahun rantauanku menuntut ilmu seakan-akan hilang dalam sekejap mata, bukan karena karena aku amnesia atau kena penyakit lupa, tapi kurangnya kesadaran untuk terus mengasah otak dan menjadi tajam dalam bidangku.

Sekian lama tertidur. Walaupun ku sadar, aku seperti orang terikat, seluruh badan seakan-akan tak dapat digerakkan. Aku bertarung dalam benak ku, memaksa diri maju, namun langkah ku seperti berjalan ditempat. Terlalu lama aku bergulat dalam batin, memaksakan tubuh agar mau menuruti pikiran ku. Sampai aku sadar disaat sendiri. Aku terus menerawang, merenungi hari-hari yang biasa-biasa saja tanpa ada sesuatu yang dapat dibanggakan. Memiliki mimpi besar (paling tidak dalam angan-anganku), aku memikirkan masa tua yang indah yang dapat dinikmati bersama istri tercinta. Kubayangkan anak-anak ku tidak akan lagi mengalami masa-masa sulit dalam berjuang mewujudkan cita-cita yang harus ku bayar mahal demi mengubah nasib. Namun aku tersentak saat melihat semuanya hanya bayangan. Kubandingkan dengan apa yang sudah kulakukan. Bagaimana mungkin aku mewujudkannya dalam benakku, jika aku hanya duduk santai, malas-malasan, atau membuang waktu dengan hal-hal yang tidak memberikan kontribusi apapun untuk mencapai cita-cita ?

Aku mulai mengingat semua yang ku ketahui tentang berbagai prinsip kesuksesan yang ku pahami. Semuanya mulai terbongkar dalam bayangan pikiran ku yang selama ini kupendam entah dibagian mana. Hati yang mau belajar, tekun, fokus, semangat, dengan keyakinan yang teguh, semua itu muncul dari benakku seolah-olah ingin menghardik dengan keras dan mengatakan ini yang harus kulakukan. Semua cerita tentang kesuksesan pun mulai bermunculan, berbagai illustrasi tentang perjuangan mewujudkan cita-cita menghampiriku dan dengan cepat mengajarkanku seperti anak kecil yang telah melakukan kesalahan dan sedang diceramahi gurunya.

Aku mendengarkan seruan hati bahwa hidup itu harus mau membuka hati untuk belajar, belajar dan belajar. Tanpa mau belajar bagaimana bisa sukses ? Bagaimana mungkin kau bisa bersaing dengan orang luar yang jauh lebih menguasai IPTEK . Bisa –bisa kamu hanya akan menjadi kelas bawahan yang selalu ditindas. Menjadi kuli yang selalu disuruh-suruh oleh orang asing. Hidup di Negeri yang merdeka katanya, ternyata menjadi budak di negeri sendiri. Ajaran pertama yang masuk dalam logikaku tanpa bisa dibantah oleh pikiranku yang biasanya selalu berkecambuk.

Yang kedua Ketekunan. Mana mungkin orang bisa sukses tanpa tekun dalam belajar, bekerja dan berusaha. Aku ingat ketika pertama kali belajar main gitar. Rasanya sulit memainkan alat musik ini. Untuk menggerakkan jari jemariku dari grip yang satu ke grip yang lain, aku bagaikan bayi yang baru belajar merangkak. Itupun kadang kala ku bantu dengan tangan ku yang satu untuk memindahkannya. Tapi berkat ketekunan, hari demi hari gerakan jariku semakin lincah menari-nari di atas senar gitar. Aku begitu senang saat mampu memainkan sebuah lagu. Rasanya luar biasa saat itu. Itulah hasil dari sebuah kata tekun.

Yang ketiga fokus. Memang sudah dasarnya manusia ingin mengerti semua hal. Segala sesuatu dipelajari, kalau bisa harus paham semuanya, menjadi orang hebat dan serba bisa. Tetapi berbeda dengan hukum alam yang sudah digariskan sang pencipta, kita harus memilih dan fokus pada apa yang kita kerjakan. Tanpa fokus maka kita akan diombang-ambingkan oleh tawaran-tawaran dunia yang kelihatannya semua menguntungkan, namun ternyata membuat kita menjadi orang plin-plan yang tidak memiliki ketetapan hati dalam mengejar cita-cita. Untuk itu perlu fokus ketika mengejar mimpi-mimpi kita supaya dapat menjadi seseorang yang ahli dalam bidangnya.

Yang ke empat semangat. Kata ini sering kali kita dengarkan tapi sulit untuk dilakukan apalagi jika hati dalam keadaan gundah-gulana. Namun tanpa semangat semua yang dikerjakan seakan-akan berat adanya. Orang yang hilang semangat seperti orang yang hidup segan matipun tak mau. Seperti zombi yang hidup namun sesungguhnya telah mati. Untuk itu semangat sangat diperlukan.

Dan terakhir keyakinan teguh. Yang satu ini sangat sulit dilakukan. Hanya segelintir orang yang memiliki tekat seperti ini. Tapi tanpa yang satu ini maka 4 prinsip diatas akan tersisihkan oleh sang waktu. Tanpa membantahnya aku mengangguk-anggukkan kepalaku tanpa bisa berkelit lagi, lidahku menjadi kaku dalam bayanganku, menuruti semua falsafah yang ku pahami dalam petualanganku.

Sampai akhirnya ku berkata pada diriku kali ini aku tidak mau lagi kalah dalam tantangan sang waktu, tidak mau lagi tersisihkan oleh gelapnya malam dan tidak mau lagi goyah oleh panasnya terik matahari. Aku mau bertualang merasakan sari pati kehidupan yang akan siap menghadangku, menghajarku atau melenakanku dan aku mau Menaklukkannya. Kusampaikan desah hatiku pada sang pencipta, tetapkanlah hatiku dan teguhkanlah jiwaku dalam hangatnya mimpi masa depanku. Sampai masa akhir hayatku.